Al-Qur’an menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Setan selalu menggoda manusia agar terjerumus ke dalam perbuatan dosa hingga masuk ke neraka. Kita harus berlindung kepada Allah Swt. dari godaan setan, yakni dengan membaca ta’awudz. Selain setan, manusia juga digoda oleh nafsu ammarah untuk melakukan perbuatan melanggar syariat Allah Swt.
Seseorang yang perilakunya dikendalikan oleh nafsu ammarah akan hidup sengsara di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang beriman untuk mengendalikan dan menahan hawa nafsu supaya hidupnya diridhai Allah Swt.
Perilaku kontrol diri (mujahadah an-Nafs) akan menjadikan seseorang hidup damai di masyarakat. Kedamaian di masyarakat akan semakin kokoh jika dibarengi dengan sikap selalu berprasangka baik (husnuzhan) kepada sesama, serta menjaga semangat persaudaraan (ukhuwwah). Tentunya setiap orang ingin hidup berdampingan secara damai. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, perilaku mulia ini perlu dijaga dengan sebaik-baiknya demi meraih kedamaian hidup di masyarakat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّا بٌ رَّحِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij, bahwa ayat ini (al-Hujurat/49: 12) turun berkenaan dengan Salman al-Farisi yang bila selesai makan, suka tidur sambil mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjing perbuatannya. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat/49: 12) yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan 'aib orang.
Dalam Q.S. al-Hujurat/49:12 terkandung larangan untuk berprasangka buruk (su’uzhan) kepada orang lain, berbuat tajassus, dan (ghi-bah). Tajassus berarti mencari-cari kesalahan orang lain, dan ghibah berarti menggunjing orang lain.
Prasangka buruk dilarang karena prasangka buruk adalah suatu sikap/budi bekerti yang tidak berdasar pada fakta yang tepat. Seperti tidak bijak ketika membaca berita di media yang memberitakan kejelekan orang lain. Padahal, kita diingatkan untuk menjauhi prasangka buruk dan mencari-cari kesalahan orang lain. Sebaliknya, kita diperintahkan untuk menyibukkan dengan mencari kesalahan dan keburukan diri kita sendiri agar kita dapat berinstropeksi diri terhadap kekurangan kita. Tentu saja agar kita memperbaiki kekurangan dan kesalahan kita.
Nabi pernah bersabda yang artinya:
"Dari al-A’raj ia berkata; Abu Hurairah berkata; Satu warisan dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari 'aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara.“ (H.R. Bukhari )
Selanjutnya, Rasulullah Saw. menjelaskan apa itu ghibah sebagaimana tercantum dalam hadis berikut ini :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “أتدرون ما الغيبةُ؟ قالوا: اللهُ ورسولُه أعلمُ. قال: ذكرُكَ أخاكَ بما يكرهُ، قيل: أفرأيتَ إن كان في أخي ما أقولُ؟ قال: إن كان فيه ما تقولُ، فقد اغتبتَه. وإن لم يكنْ فيه، فقد بهتَّه”. أخرجه مسلم
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi Saw. berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Saw. ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya? Nabi Saw. menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”. (H.R. Muslim)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa ghibah adalah membicarakan dan menyebutkan kejelekan orang lain. Tentu tidak ada satu orang pun yang senang dibicarakan oleh orang lain. Orang yang melakukan ghibah tidak berniat untuk mencari kebenaran, tetapi hanya untuk sekedar melampiaskan dan memuaskan hawa nafsu untuk membicarakan kejelekan orang lain. Dengan maksud mempermalukan seseorang di depan orang lain. Dan seseorang yang melakukan ghibah berarti memiliki sifat takabur. Merasa dirinya lebih hebat dari orang lain.
Di antara penyebab utama prasangka buruk, mencari kesalahan orang lain, dan ghibah adalah adanya kebencian atau sakit hati terhadap orang tertentu. Oleh karena itu, perilaku ini harus dijauhi karena walaupun kejelekan tersebut memang sebuah kenyataan, tetapi hal ini sangat berbahaya dan bisa menjadi fitnah.
Fitnah adalah menyampaikan berita palsu (hoax) atau berita salah, tidak sesuai dengan kenyataan. Perbuatan fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Oleh karena itu, fitnah merupakan perbuatan keji yang harus dijauhi. Akibat buruk dari fitnah di antaranya adalah mencoreng nama baik seseorang, dan menyebabkan perpecahan satu orang dengan orang yang lain. Bahkan, akibat buruk fitnah ini sangat sulit untuk dibenahi. Jika berita bohong sudah terlanjur tersebar, sangat sulit mencabutnya. Seseorang yang sudah terlanjur membaca berita bohong belum tentu membaca ralat beritanya, padahal ralat berita ini dimaksudkan untuk meluruskan berita bohong tersebut. Penyebab fitnah biasanya terjadi karena beberapa hal, di antaranya adalah tidak melakukan pengecekan kebenaran berita (tabayyun), dan adanya kebencian pada seseorang.
Perbedaan Ghibah dan Fitnah
Jadi, pada dasarnya antara ghibah dan fitnah memiliki perbedaan, yaitu ghibah menyampaikan keburukan orang lain, dan keburukan tersebut memang kenyataan. Akan tetapi fitnah menyampaikan data atau berita palsu dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Keduanya merupakan perilaku tercela yang harus dijauhi.
0 Komentar