Kisah orang Belanda berkulit hitam adalah bagian yang hampir terlupakan dari sejarah hitam Afrika, Belanda dan Indonesia. Itu sebabnya orang-orang Indo-Afrika sekarang sedang mengeksplorasi sampai ke akarnya.
Orang-orang Belanda berkulit hitam adalah keturunan 3.000 pria muda Afrika Barat yang "dibeli" antara 1831 dan 1872 oleh tentara kolonial Belanda untuk membantu menghancurkan pemberontakan di tempat yang sekarang bernama Indonesia.
Mereka diberi kewarganegaraan Belanda, nama Belanda, dan banyak hak istimewa dari penguasa kolonial.
Banyak dari pria ini memilih untuk menetap di Jawa Tengah, dan mengambil istri asli. Putra-putra mereka terus bertugas di tentara kolonial sampai kemerdekaan Indonesia. Belanda Hitam, atau Black Dutchmen, demikian sebutan mereka, kemudian berlayar dari Belanda, ke tanah air yang belum pernah mereka lihat.
Setiap dua tahun sekali, orang Belanda Hitam atau Black Deutchmen seperti yang sekarang dikenal di Belanda, berkumpul untuk merayakan leluhur mereka yang unik.
Mereka sangat beragam dan unik, dan juga membingungkan, bahkan bagi mereka yang sudah tinggal lama dalam lingkungan multikultural: pria-pria tua yang tinggi hitam, berambut keriting dalam pakaian Afrika, lalu wanita pendek berkulit gelap, berhidung pipih dengan wajah Asia, yang lebih muda berkulit cerah terlihat seperti orang Mediterania, dengan rambut kaukasia. Kesamaan yang mereka miliki adalah akar bahasa Indo-Afrika mereka.
Dengan musik Afrika, makanan Indonesia, dan peragaan busana Indo-Afrika, sekitar 150 orang dari mereka baru bergabung dan berkumpul untuk berbagi cerita tentang nenek moyang mereka.
Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa etnis indo-hitam yang sama juga hadir di Suriname. Sekelompok besar orang Jawa dari bekas jajahan Belanda di Indonesia dibawa ke Suriname untuk melayani sebagai buruh kontrak setelah penghapusan perbudakan pada tahun 1863.
Sumber:
1. DW Indonesia, Madagaskar Yang Sangat Indonesia, 2015.
2. Afro-Europ, Indo-Africans: The forgotten story of the Black Dutchmen, 2010.
Afro-Europ |
Orang-orang Belanda berkulit hitam adalah keturunan 3.000 pria muda Afrika Barat yang "dibeli" antara 1831 dan 1872 oleh tentara kolonial Belanda untuk membantu menghancurkan pemberontakan di tempat yang sekarang bernama Indonesia.
Mereka diberi kewarganegaraan Belanda, nama Belanda, dan banyak hak istimewa dari penguasa kolonial.
Banyak dari pria ini memilih untuk menetap di Jawa Tengah, dan mengambil istri asli. Putra-putra mereka terus bertugas di tentara kolonial sampai kemerdekaan Indonesia. Belanda Hitam, atau Black Dutchmen, demikian sebutan mereka, kemudian berlayar dari Belanda, ke tanah air yang belum pernah mereka lihat.
Setiap dua tahun sekali, orang Belanda Hitam atau Black Deutchmen seperti yang sekarang dikenal di Belanda, berkumpul untuk merayakan leluhur mereka yang unik.
Mereka sangat beragam dan unik, dan juga membingungkan, bahkan bagi mereka yang sudah tinggal lama dalam lingkungan multikultural: pria-pria tua yang tinggi hitam, berambut keriting dalam pakaian Afrika, lalu wanita pendek berkulit gelap, berhidung pipih dengan wajah Asia, yang lebih muda berkulit cerah terlihat seperti orang Mediterania, dengan rambut kaukasia. Kesamaan yang mereka miliki adalah akar bahasa Indo-Afrika mereka.
Dengan musik Afrika, makanan Indonesia, dan peragaan busana Indo-Afrika, sekitar 150 orang dari mereka baru bergabung dan berkumpul untuk berbagi cerita tentang nenek moyang mereka.
Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa etnis indo-hitam yang sama juga hadir di Suriname. Sekelompok besar orang Jawa dari bekas jajahan Belanda di Indonesia dibawa ke Suriname untuk melayani sebagai buruh kontrak setelah penghapusan perbudakan pada tahun 1863.
SEJARAH PENDUDUK INDONESIA DI PULAU MADAGASKAR
Berjarak 80 KM dari Indonesia
Menurut catatan sejarah, pulau Madagaskar pertama kali dihuni oleh pendatang asal Indonesia. Mereka diyakini berlayar sejauh 8000 kilometer dari Kalimantan dan Sulawesi. Ilmuwan sejauh ini memang belum menemukan bukti fisik, kecuali hasil uji Mitokondria DNA yang mengungkap garis keturunan penduduk Madagaskar berasal dari Indonesia.Sampel DNA
Tiga tahun silam peneliti Universitas Massey, Selandia Baru, menganalisa DNA milik 266 orang. Dalam kelompok tersebut, mereka menemukan bahwa 22 persen memiliki tanda genetik “orang Indonesia”. Jika sampel DNA ini benar, diperkirakan ada sekitar 30 perempuan Indonesia yang ikut membentuk populasi awal di Madagaskar.Metode Pertanian
Bukti lain pengaruh nusantara di Madagaskar bisa ditemui pada sektor pertanian yang banyak menggunakan metode dan teknologi yang serupa dengan di Indonesia. Menurut catatan sejarah, pendatang baru itu mulai menanami padi dan talas di dataran tinggi Madagaskar sejak abad ke-enam. Mereka disebut Vazimba yang jika diterjemahkan langsung berarti orang rimba.Rumah Kotak
Tidak seperti rumah tradisional Afrika pada umumnya yang berbentuk bulat, kediaman penduduk asli Madagaskar lebih menyerupai suku-suku di Asia Tenggara, yakni berbentuk kotak dengan atap segitiga. Penduduk asli Madagaskar juga mengenakan pakaian yang terbuat dari serat tanaman, berbeda dengan Afrika yang lebih menyukai kulit binatang.Bahasa Nusantara
Kendati dikuasai oleh Bahasa Perancis, penduduk Madagaskar masih memelihara bahasa sendiri, yakni bahasa Malagasi yang masih termasuk rumpun Bahasa Melayu-Polinesia. Di dalamnya terkandung pengaruh bahasa lokal di Indonesia, yakni Barito Timur, Jawa dan Melayu. Tangan misalnya menjadi tananə atau nusa menjadi nosy. Bahasa Malagasi juga mengadopsi kata kulit dan putih dari bahasa melayu.Pengaruh dalam Tradisi Kuliner
Nasi adalah makanan pokok penduduk Madagaskar. Tradisi kuliner di pulau tersebut juga ditengarai banyak dipengaruhi pemukim pertama yang berasal dari kawasan nusantara. Nasi biasanya ditemani laoka alias lauk, yakni sayur dan daging yang ditumis dengan saus tomat atau santan.Teka Teki Besar
Sejak dihuni pertamakali 1200 tahun lalu oleh pendatang asal nusantara, kini Madagaskar memiliki identitas sendiri yang banyak terpengaruh budaya lain, semisal Arab, Afrika, Bantu dan bahkan Perancis. Tapi pertanyaan tentang bagaimana kapal asal Indonesia saat itu bisa berlayar 8000 kilometer tanpa kompas dan peta, belum akan terjawab.Sumber:
1. DW Indonesia, Madagaskar Yang Sangat Indonesia, 2015.
2. Afro-Europ, Indo-Africans: The forgotten story of the Black Dutchmen, 2010.